PAPA
KARYA : ERA AYU ANGGRAENI
Pagi ini sangat cerah , cuaca hari ini membuat semangat ku
semakin membara. Maklumlah hari ini adalah hari pertama dimana aku akan mulai
menjadi siswa SMP (sekolah menengah pertama).
“papa, seragam sekolah ku di taruh dimana?”
ujar ku berteriak dari dalam kamar.
“kemarin papa taruh di dalam lemari
bagian bawah , coba kamu cari ” ujar papa menjawab.
“oke!” ujarku.
“cepat ki! , papa tunggu di meja
makan. Kita sarapan bersama” ujar papa.
Ya! Setelah ibu
meninggal dunia aku memang hanya tinggal bersama papa. Sejak umurku 7 tahun aku
sudah tidak pernah merasakan belaian seorang ibu, ibuku meninggal saat
kecelakaan 5 tahun silam. Saat itu , papa dan mama sedang dalam perjalanan pulang
dari sebuah toko mainan , kebetulan saaat itu adalah ulang tahun ku jadi mereka
berniat untuk membelikanku sebuah hadiah.
“papa,
nyetirnya jangan ngebut!” ujar ibuku mengingatkan.
“sudahlah
ma, mumpung jalanan lagi sepi, lagian papa sudah tidak sabar untuk bertemu rizky” jawab papa dengan santainya.
Tanpa mengiraukan sedikitpun ucapan mama, papa menyetir
mobil dengan kencangnya . namun tak di sangka , saat tengah melintasi sebuah
persimpangan muncul sebuah bus dari arah kiri yang tepat menabrak mobil bagian
kiri . Mobilpun terpelanting sekitar 100 meter, karena luka yang dialami cukup
parah . papa, mama dan para korban lain yang terdapat di dalam bus di bawa ke
rumah sakit terdekat. Setelah kecelakaan itu, papa harus mendapati bahwa
wajahnya cacat. Ibarat setelah jatuh tertimpa tangga, papa harus mendapati
bahwa ia kehilangan seorang istri yang sangat ia sayangi. Mama meninggal dalam
kecelakaan itu.
Papa sangat menyesal karena ia merasa kejadian ini terjadi
karena salah papa, dia merasa andai saja jika saja ia menuruti perkataan mama
untuk tidak mengebut pasti semua nya takkan terjadi. Tidak mudah bagi papa
untuk menerima semua ini.
Setelah mengalami keterpurukan yang sangat lama , akhirnya
papa sadar bahwa hidup mati seseorang adalah atas kehendak-Nya. Jika Allah
berkehendak, manusia biasa seperti kita semua tidak akan bisa merubahnya.
“Pa,
ayo berangkat. Aku tidak mau terlambat sampai di sekolah. Masa baru pertama
masuk udah telat hehe.” Ujarku setelah sarapan selesai.
“ oke,
sebentar papa ganti baju dulu.” ujar papa.
Papa sengaja men-cancel
semua jadwal meeting nya agar bisa mengantar aku ke sekolah di hari pertama ku.
Kata papa, "kamu lebih penting dari apapun”.
“ayo
ki, papa sudah siap nih.” Ujar papa.
“ayo pa
berangkat.” Ujar ku menjawab.
Di dalam perjalanan menuju sekolah kami banyak bercerita,
bercanda. Setiap hari kami memang selalu menjalin komunikasi dengan baik , agar hubungan antara
orang tua dan anak tidak renggang hanya karna kurangnya komunikasi.
Sesampai nya di sekolah,
“
permisi pak , kalo ruangan kepala sekolah nya dimana ya?” Tanya papa kepada
satpam sekolah tsb.
“oh iya
pak, skrg bapak lurus saja. Nanti di depan belok kiri lalu naik ke tangga.
Ruangan nya di lantai 2 tepat di samping tangga.” Ujar satpam itu menjawab
“oke
pak terima kasih ”
ujar papa.
“ayo ki
jalan , ko malah melamun!” ujar ayah sembari mengangetkanku.
“eeeeeh
papa, maaf pa tadi ga melamun kok hehe” ujarku mengelak .
Di tengah perjalanan menuju ruang kepala sekolah, kami
bertemu seorang anak kecil. Mungkin berumur sekitar 4-5 tahunan. Setelah melihat kami ia langsung
berlari dan berkata kepada ibunya.
“mama
mama, muka om itu seperti monster. Aku takut” ujar anak itu dengan nada yang
agak tinggi.
“husttt
alif diam. Maafkan anak saya pak, sekali lagi maafkan anak saya.” Ujar ibu itu.
“iya bu
tidak apa-apa, namanya juga anak kecil hehe.” Ujar papa
Aku tidak terlalu menghiraukan perkataan anak tersebut ,
tetapi aku mulai merasa tidak nyaman saat kami berjalan di koridor sekolah
sepertinya dari tadi banyak sekali anak-anak yang melihat dengan tatapan aneh
kepada papa.
“papa
aku sudah tahu harus masuk kelas berapa, jadi sebaiknya sekarang papa pulang
saja.” Ucapku kepada papa.
“baiklah
kiki, papa pulang dulu. Semoga hari mu menyenangkan.” Ucap papa.
Sejujurnya aku mulai merasa malu dalam keadaan seperti ini.
Aku mulai tidak percaya diri saat semua anak melihat papa dengan anehnya.
“ah
sudahlah , itu tidak terlalu penting.” Ucapku dalam hati.
Esok harinya di sekolah, aku sedang mengobrol dengan salah
satu teman baruku disekolah , tiba-tiba…..
“heh
kok lo mau sih berteman sama dia? Anak monster haha” ucap salah satu anak di
kelasku kepada temanku.
“maksud
lo apa ngomong kaya gitu? Bangke lo!” ujar temanku marah.
“ah
sudahlah jangan dengarkan dia, ayo ki kita pergi.” Ucap temanku lagi.
Tidak berhenti di hari itu, ejekan-ejekan untuk papa muncul
setiap harinya. Dan akupun mulai tidak tahan dengan semua konflik yang terjadi
, semua karna papa! Aku malu memiliki papa seperti dia!
Hari ini adalah hari dimana aku akan perform menyanyi , aku
masuk babak final lomba menyanyi di salah satu stasiun tv terkenal. Hari ini
adalah penentuan siapakah yang akan menjadi jawara nya. Dan penentuan Hasil
dari perjuangan ku selama ini. Hari ini ayah tidak menjemputku disekolah,
karena aku tidak suka di antar-jemput olehnya lagi. Aku malu, aku lebih memilih
pulang di jemput oleh mang iman (supir papa).
“mba,
papa mana? Aku udah tunggu lama nih, hari ini finalnya! Jam segini papa belum
dateng juga! Nyebelin bgt.” Ucapku kepada mba susi (pembantu dirumah).
“sabar
den mungkin papa ada kerjaan tambahan di kantor jadi agak telat pulang.”jawab
mba susi.
“ah
sudahlah cepat panggil mang iman, suruh dia anter aku ke studio. Nanti kalo
papa pulang langsung suruh nyusul aja kesana” Ucapku lagi.
“baik
den, permisi” jawab mba susi.
Sesampai nya di studio, aku langsung bersiap diri. Hari ini
aku perform tanpa papa. Biarlah mungkin ia tak perduli denganku lagi.
Tiba saatnya pengumuman juara, tak kusangka aku mendapat
juara 1. Inilah hasil dari perjuangan ku selama ini. Tapi kemana papa? Kenapa
papa tak kunjung datang juga?
Kringggg…kringgg…kringgg handphone ku berbunyi
“Ya
halo. Siapa ini?” jawabku.
“ den rizky ini mba susi, den yang tabah ya.” Ucapnya.
“tabah?
Kenapa sih? Ada apa?” ucapku penasaran.
“tadi
saat perjalanan pulang dari kantor pak
deni (papa rizky) mengalami….” Ucap mba susi.
“papa
kenapa? Mba ngomongnya yang jelas dong. Kenapa mba nangis? Jelasin kiki
sekarang!” ucapku bingung.
“pak
deni mengalami kecelakaan . Pak deni meninggal dunia” ucapnya sambil menangis.
“apa?!
Papaa!!” ujarku.
Handphone dan piala penghargaan ku terjatuh seketika, air
mataku pun menetes. aku sangat shock mendengar kabar ini.
Papa adalah Satu-satu nya orang yang aku punya saat ini.
Orang yang selalu menghangatkanku siang dan malam, orang yang selalu hadirkan
bahagia. aku menyesal sempat membenci nya. Aku sangat menyesal membenci orang
yang sangat menyayangiku. Bila tuhan izinkan aku bicara aku berjanji tak akan
pernah pernah menyesal punya dia yang terhebat. Dia yang setia memperjuangkan ku
dari awal audisi hingga sekarang aku menjadi juara. Dia yang selalu ada
untukku. Dia ayah sekaligus ibu bagiku. Dia bagaikan raja pelindungku dari
semua badai. Bila tuhan izinkan aku meminta , aku ingin ia kembali. Ia yang ku
cinta. Seorang papa yang takkan tergantikan.
“papaa…!!
Maafkan rizky pa, maafkan rizky yang selama ini berbuat salah. Maafkan rizky ga
bisa bahagiain papa. Maafkan rizky yang udah sakitin papa. Papa bangun pa
bangun!!” teriakku di depan jenazah papa.
THE END